Oleh: Misbah Hasan
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
Pertama, kami apresiasi komitmen pemerintah menyediakan anggaran covid-19 cukup
besar, sekitar Rp 405,1 T, tapi ini bukannya tanpa resiko. Resiko pertama, terkait penyediaan
besaran anggaran tsb. saat ini realisasi Pendapatan Negara baru mencapai 216,6 T (9,7%
dari target APBN). Ini artinya, kas negara sedang minim). Belum lagi per Maret 2020 Belanja
Negara sudah mencapai Rp 279,4 T.
Kedua, pemerintah mengandalkan SiLPA APBN tahun lalu yang sebesar Rp 46,4 T. Ini jelas
tidak mencukupi. Apalagi kondisi perekonomian yang terkoreksi saat ini, misal dari aspek
penerimaan perpajakan, PNBP, dll. Pemerintah musti mencari pendanaan dari sumber lain.
Utang sepertinya akan menjadi alternatif pertama. Hal ini terlihat dari perubahan defisit
anggaran yang dibuka di atas 3%. Ini yang harus dikontrol juga. Jangan sampai kebijakan
utang akan menimbulkan masalah di tahun-tahun berikutnya. Pun tetap menggunakan
alternatif utang, maka sebaiknya pemerintah lebih memaksimalkan mekanisme utang swasta
dalam negeri.
Ketiga, Dg besaran anggaran yg disediakan, pasti rentan penyimpangan. Untuk itu,
pemerintah harus menyediakan media informasi pelaksanaan anggaran yang bisa dipantau
oleh masyarakat setiap saat. Organisasi Masyarakat Sipil juga bisa melakukan audit sosial
terhadap pelaksanaan penanganan covid-19 ini nantinya. Peran lembaga pengawas sangat
krusial dalam monitoring dan audit pelaksanaan penanganan covid-19. Audit yang dilakukan
oleh APIP, BPK, dan KPK harus dipublikasikan kepada masyarakat.
Informasi terkait proses dan mekanisme realokasi anggaran juga penting disampaikan
kepada publik. Seperti anggaran bersumber dari mana? Diperuntukan untuk apa? Dan
bagaimana pertanggungjawabannya?
Termasuk memberikan kejelasan sumber Alokasi 405,1 T.
Sementara ini, pemerintah telah menginformasikan alokasi anggaran 255,1T dr penghematan
belanja K/L, TKDD dan realokasi dana Bencana. Tersisa 150T, pemerintah perlu jg
menginformasikan sumber anggarannya.
Jadi informasi yang disampaikan oleh Gugus Tugas Covid-19 dan K/L pendukung tidak hanya
jumlah korban, tapi penggunaan anggaran hingga saat ini berapa dan untuk apa saja.
Keempat, Utk daerah, kondisi fiscalnya tidak jauh berbeda dengan pusat, apalagi daerah
masih sangat tergantung fiscalnya dari transfer pusat, DAU, DAK, DBH, Dana Desa.
Proporsinya rata2 hingga 70-80% untuk Kab/Kota seluruh Indonesia. Kalau hanya
mengandalkan PAD, saya yakin daerah tidak mampu. Untuk itu, realokasi Belanja
Barang/Jasa dan Belanja Modal sangat penting, misalnya: Jasa Perkantoran, ATK, Belanja
Perjalanan Dinas, Makan Minum, dan program-program yang tidak prioritas musti dipangkas
untuk penanganan covid-19.
Kalau hitungan FITRA, berdasarkan APBD Realisasi 2018 Provinsi/Kab/Kota seluruh
Indonesia, kalau Belanja Barang/Jasa-nya direalokasi sebesar 30%, akan tersedia anggaran
sebesar Rp 79,2 T, sedangkan untuk realokasi Belanja Modal hingga Rp 60,9 T.
Kelima, Intinya, transparansi alokasi dan realokasi anggaran penanganan covid-19 sangat
penting, demikian juga akuntabilitas penggunaannya.
CP:
Misbah Hasan Sekretaris Jenderal FITRA (0822-1171-3249)
Penulis Sekertaris Jenderal FITRA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar