Cari Blog Ini

Selasa, 31 Maret 2020

"Covid-19 Vs Kemampuan Fiskal Negara”

 Rilis


Oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran


Hingga tanggal 24 Maret 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 686 kasus di mana 55 orang meninggal dunia termasuk beberapa tenaga medis yang menangani korban Virus SARS-CoV-2 atau yang disebut Corona, dan 30 orang sembuh. 
Pemerintah telah mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang ditindaklanjuti oleh Kementerian Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 6/KM.7/2020 tentang Penyaluran Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan dan Dana Bantuan Operasional Kesehatan Dalam Rangka Pencegahan dan/atau Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Tidak hanya KMK, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2020 dalam rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 19 (Covid-19).
Pemerintah memprioritaskan alokasi anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik kesehatan dialokasikan untuk penanganan dan pencegahan persebaran Corona. Berdasarkan pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 alokasi DAK Fisik untuk bidang kesehatan mencapai Rp 20,78 triliun atau sekitar 28,7 persen dari total DAK Fisik di tahun 2020 yang sebesar Rp 72,25 triliun. 
Perlu ditambahkan kegiatan pencegahan dan penanganan Covid-19, jika dalam rencana kegiatan pemerintah belum ada kegiatan pencegahan dan penanganan Covid-19. Beberapa ketentuan dalam KMK, di antaranya; mensyaratkan adanya revisi kegiatan. Penyaluran sekaligus setelah mendapat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan. Penyaluran dilaksanakan 7 hari setelah Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerima dokumen kegiatan pencegahan dan penanganan Covid-19.
Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan Februari 2020 baru sebesar Rp 117,68 triliun atau 13,73 persen dari pagu APBN 2020 Rp 856,95 triliun, terdiri dari Pagu alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) pada APBN 2020 sebesar Rp 117,58 triliun terdiri atas DBH Reguler sebesar Rp 105,08 triliun dan Kurang Bayar DBH sebesar Rp 12,50 triliun. Penyaluran DBH per 29 Februari 2020 terealisasi sebesar Rp6,66 triliun atau 5,67 persen dari pagu alokasi. Dana Alokasi Umum (DAU) telah disalurkan sebesar Rp 97,80 triliun atau 22,90 persen dari pagu alokasi Rp 427,09 triliun.
Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik belum memiliki realisasi penyaluran sampai dengan 29 Februari 2020. Hal tersebut disebabkan belum ada daerah yang menyampaikan persyaratan penyaluran DAK Fisik Tahap I secara lengkap. Sementara mengacu pada KMK Nomor 6 tahun 2020 penyaluran dana bantuan operasional kesehatan tahap I dilaksanakan tanpa menyampaikan laporan realisasi tahun anggaran sebelumnya dengan tidak memperhitungkan sisa dana Rekening Kas Umum Daerah. Alokasi DAK Fisik Rp 72,24 triliun. Sedangkan per 29 Februari 2020 penyaluran DAK Nonfisik telah terealisasi sebesar Rp 11,56 triliun atau 8,87 persen dari pagu alokasi Rp 130,27 triliun.
Per Februari 2020 Realisasi Dana Desa baru Rp 1,66 triliun atau 2,31 persen dari pagu APBN 2020 Rp 72 triliun. Sedangkan Dana Insentif Daerah (DID) belum terealisasi. Realisasi TKDD per Februari 2020 lebih rendah sekitar Rp 8,46 triliun atau 6,71 persen (yoy) apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. 
Kebijakan pemerintah dalam merespon pandemik corona terkesan lambat, terutama komitmen dalam penyiapan anggaran. Belum lagi, berkaca pada beberapa pengalaman pengelolaan anggaran tanggap darurat bencana rawan terjadi tindak pidana korupsi. Misalnya, korupsi vaksin flu burung, dan korupsi penyediaan air oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di daerah bencana yang ketika itu terjadi di wilayah Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Karenanya Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), menyatakan:
1. Keluarnya Inpres sekadar langkah taktis pemerintah karena bersifat teknis-administratif realokasi anggaran. Yang lebih strategis adalah mengeluarkan Perppu tentang APBN 2020 dengan memasukkan realokasi anggaran untuk Bencana Non-Alam.  
2. Pemerintah pusat dan daerah harus mempublikasikan penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19, karena dengan keterbukaan atau transparansi dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi.
3. Perlu komitmen yang kuat oleh para penegak hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi terkait dengan korupsi anggaran penanganan bencana. Hal ini untuk menghindari terjadinya pengulangan korupsi anggaran penanganan bencana, terlebih diberlakukannya kelonggaran pengelolaan anggaran.
4. Masyarakat harus secara aktif terlibat dalam pengawasan penggunaan anggaran penanganan dan pencegahan Covid-19, agar tidak terjadi penyalahgunaan.
5. Menolak penambahan utang luar negeri untuk penanganan covid-19 karena dapat membebani APBN dan mempunyai dampak jangka panjang di tengah kondisi perekonomian nasional dan global yang terpuruk.
6. Pemerintah perlu segera merealisasikan Dana Alokasi Khusus Fisik bidang kesehatan, sehingga peningkatan jumlah korban Covid-19 dapat dihindari. Berdasarkan data kementerian keuangan DAK Fisik per Februari 2020 belum disalurkan.
7. Pemerintah juga perlu mengantisipasi secara lebih serius dampak ekonomi bagi masyarakat, terutama pasca diberlakukan kondisi Sosial Distancing dan Work from Home. Pemerintah harus menjaga ketersediaan pasokan pangan setidaknya dalam kurun waktu 5 bulan ke depan, dan perlu afirmasi kebijakan, dengan memberikan bantuan kepada masyarakat selama pemberlakuan kondisi darurat Covid-19.


CP:
Misbah Hasan, Sekjen FITRA (0822-1171-3249)
Badiul Hadi, Manager Riset Seknas FITRA (0853-2599-0822)

" Catatan FITRA atas Pidato Presiden tentang Langkah Perlindungan Sosial & Stimulus Ekonomi Menghadapi Dampak Covid-19”


Oleh: Misbah Hasan

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
Pertama, kami apresiasi komitmen pemerintah menyediakan anggaran covid-19 cukup 
besar, sekitar Rp 405,1 T, tapi ini bukannya tanpa resiko. Resiko pertama, terkait penyediaan 
besaran anggaran tsb. saat ini realisasi Pendapatan Negara baru mencapai 216,6 T (9,7% 
dari target APBN). Ini artinya, kas negara sedang minim). Belum lagi per Maret 2020 Belanja 
Negara sudah mencapai Rp 279,4 T.
Kedua, pemerintah mengandalkan SiLPA APBN tahun lalu yang sebesar Rp 46,4 T. Ini jelas 
tidak mencukupi. Apalagi kondisi perekonomian yang terkoreksi saat ini, misal dari aspek 
penerimaan perpajakan, PNBP, dll. Pemerintah musti mencari pendanaan dari sumber lain. 
Utang sepertinya akan menjadi alternatif pertama. Hal ini terlihat dari perubahan defisit 
anggaran yang dibuka di atas 3%. Ini yang harus dikontrol juga. Jangan sampai kebijakan 
utang akan menimbulkan masalah di tahun-tahun berikutnya. Pun tetap menggunakan 
alternatif utang, maka sebaiknya pemerintah lebih memaksimalkan mekanisme utang swasta 
dalam negeri. 
Ketiga, Dg besaran anggaran yg disediakan, pasti rentan penyimpangan. Untuk itu, 
pemerintah harus menyediakan media informasi pelaksanaan anggaran yang bisa dipantau 
oleh masyarakat setiap saat. Organisasi Masyarakat Sipil juga bisa melakukan audit sosial 
terhadap pelaksanaan penanganan covid-19 ini nantinya. Peran lembaga pengawas sangat 
krusial dalam monitoring dan audit pelaksanaan penanganan covid-19. Audit yang dilakukan 
oleh APIP, BPK, dan KPK harus dipublikasikan kepada masyarakat. 
Informasi terkait proses dan mekanisme realokasi anggaran juga penting disampaikan 
kepada publik. Seperti anggaran bersumber dari mana? Diperuntukan untuk apa? Dan 
bagaimana pertanggungjawabannya?
Termasuk memberikan kejelasan sumber Alokasi 405,1 T. 
Sementara ini, pemerintah telah menginformasikan alokasi anggaran 255,1T dr penghematan 
belanja K/L, TKDD dan realokasi dana Bencana. Tersisa 150T, pemerintah perlu jg 
menginformasikan sumber anggarannya. 
Jadi informasi yang disampaikan oleh Gugus Tugas Covid-19 dan K/L pendukung tidak hanya 
jumlah korban, tapi penggunaan anggaran hingga saat ini berapa dan untuk apa saja.
Keempat, Utk daerah, kondisi fiscalnya tidak jauh berbeda dengan pusat, apalagi daerah 
masih sangat tergantung fiscalnya dari transfer pusat, DAU, DAK, DBH, Dana Desa. 
Proporsinya rata2 hingga 70-80% untuk Kab/Kota seluruh Indonesia. Kalau hanya 
mengandalkan PAD, saya yakin daerah tidak mampu. Untuk itu, realokasi Belanja

Barang/Jasa dan Belanja Modal sangat penting, misalnya: Jasa Perkantoran, ATK, Belanja 
Perjalanan Dinas, Makan Minum, dan program-program yang tidak prioritas musti dipangkas 
untuk penanganan covid-19.
Kalau hitungan FITRA, berdasarkan APBD Realisasi 2018 Provinsi/Kab/Kota seluruh 
Indonesia, kalau Belanja Barang/Jasa-nya direalokasi sebesar 30%, akan tersedia anggaran 
sebesar Rp 79,2 T, sedangkan untuk realokasi Belanja Modal hingga Rp 60,9 T. 
Kelima, Intinya, transparansi alokasi dan realokasi anggaran penanganan covid-19 sangat 
penting, demikian juga akuntabilitas penggunaannya. 
CP: 
Misbah Hasan Sekretaris Jenderal FITRA (0822-1171-3249)

Penulis Sekertaris Jenderal FITRA

Antisipasi Covid-19, Kades Ndano Pakai Uang Sendiri (Pribadi), Luarbiasa Pak Kades

Berita by admint

      Kades Ndano bersama Danramil
                       dan Babinsa

SwaraCendekia.NEWS.--Kepala Desa Ndano Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima-NTB Mulyadin H. Syukur berinisiatif menggunakan dana pribadi untuk biaya penyemprotan disinfektan ke setiap rumah Warga, tempat ibadah dan fasilitas umum lainnya. Hal itu dilakukan dalam upaya meminimalisir angka mewabahnya virus Corona (Covid-19) di tingkat desa setempat.

Mulyadin mengatakan, bahwa meningkatnya wabah Covid-19 di berbagai daerah ini, dirasa sangat perlu dilakukan tindakan awal untuk memproteksi wilayah mulai dari tingkat desa maupun skala Kabupaten. Oleh karna itu, pihaknya berinisiatif menggunakan dana pribadi untuk biaya bahan penyemprotan dalam mencegah Covid-19.

"Terus terang Kita pakai dana pribadi, ini merupakan inisiatif Kita sebagai salah satu upaya pencegahan Covid-19 yang kian hari kian menakutkan Warga," jelas Kades Ndano, Selasa (31/3/20).

Foto: Bersama sebelum penyemprotan dilakukan.

Ia menyampaikan, bahwa penyemprotan disinfektan ini merupakan salah satu langkah preventif pencegahan Covid-19. Selain itu, kata dia, pihaknya juga melakukan sosialisasi terhadap Warga untuk melakukan  pencegahan dengan pola hidupa bersih dan selalu mencuci tangan.

Sementara bahan yang digunakan untuk penyemprotan tersebut yakni berupa Bayclin sebanyak 146 Botol dan Superpel sebanyak 20 Botol dan objek penyemprotannya dilakukan di setiap rumah Warga, tempat ibadah dan tempat umum lainnya," lanjut Kades.

Disisi lain, untuk memproteksi wilayah dari Covid-19, pihaknya juga menggandeng petugas medis yang bertugas di Desa setempat untuk melakukan pemeriksaan terhadap puluhan mahasiswa yang baru pulang kampung dari berbagai daerah

"Selain penyemprotan ini, kita juga melakukan pemeriksaan terhadap 60 Mahasiswa yang baru pulang dari berbagai daerah. Guna mengetahui secara dini apakah terjangkit Covid-19 atau tidak," pungkas Mulyadin.

Dirinya berharap, dengan dilakukan berbagai upaya tersebut, dapat memberikan edukasi terhadap Warga setempat, bahwa dalam situasi genting ini perlu ada kesadaran diri untuk menciptakan pola hidup sehat. Sehingga angka mewabahnya Covid-19 dapat diminimalisir melalui pencegahan yang dimaksud," pinta dia.

Selain Pemdes setempat, aksi penyemprotan masal tersebut, juga turut dihadiri seluruh Unsure Muspika, baik itu Kapolsek IPTU Rusdin, Camat Mohamad Saleh M.Ap, Danramil Bolo Kapten Inf Ibrahim,  pihak Puskesmas Miskulhitam SKm beserta jajarannya.  (TIM)