Oleh Didik J. Rachbini
Ketua Dewan Pengurus LP3ES
MERESPONS mewabahnya Covid-19, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2020. Perppu itu terkait dengan kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional .
Anggaran yang disiapkan sebagai dana paket stimulus mencapai Rp 405,1 trilliun. Alokasinya untuk pemulihan ekonomi nasional (Rp 150 triliun), insentif perpajakan (Rp 70 triliun) , jaring pengaman sosial (Rp 110 triliun), serta bantuan kesehatan (Rp 75 triliun).
Sejak awal, saya menangkap kesan abu- abu dalam Perppu tersebut. Dari postur anggaran yang digelontor kan, Perppu lebih bertujuan mengatasi darurat ekonomi.
Nilainya lebih dari 50 persen, yaitu 220 triliun. Itu gabungan dana pemulihan ekonomi dan insentif perpajakan. Padahal kita sedang mengalami darurat kesehatan nasional akibat pandemi Covid-19. Dana kesehatan hanya Rp 75 triliun.
Pertanyaannya, siapa yang bisa menjamin dana sebanyak itu tepat sasaran? Tidak menjadi bahan Bancakan oknum dilingkaran kekuasaan. Hukum korupsi selalu begitu. Korupsi selalu menyertai kemana uang mengalir. Penumpang gelap atas nama bencana harus diwaspadai.
Perppu 1/2020 punya implikasi yang sangat serius. Betapa tidak Perppu bisa memangkas hak sejumlah lembaga negara. Termasuk menghilangkan hak pengawasan dan hak budgeting DPR. Juga, menghilangkan kewenangan BPK dalam mengaudit keuangan negara hingga mengabaikan kekuasaan kehakiman seperti MA dan MK
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar