Cari Blog Ini

Minggu, 07 Juni 2020

Dukung Penerapan New Normal Gubernur NTB, Lalu Usman, M.Pd. : Baiknya KBM dengan Cara SKS bukan Online

                  Lalu Usman Ali, M.Pd.

SC.PENDIDIKAN,- Kebijakan pemerintah terhadap covid untuk meniadakan aktivitas pembelajaran di sekolah di ganti dengan sistem daring atau pembelajaran melalui online agar pencegahan penularan covid19 dinilai banyak kalangan sangat merugikan. 


Salah seorang Dosen dari kalangan Akademisi UIN Mataram, Lalu Usman Ali, M.Pd. melalui media SC, Ahad (7/6) menilai langkah itu sangat keliru dan makin membodohi. Alasannya karena tidak semua peserta didik kita memiliki android, tidak semua teritori terakses jaringan internet yang sama, kendala paket data, dll serta kultur pedesaan yang masih gagap tekhnologi. Dirinya lebih melihat banyak sisi kerugian dari pada keuntungannya. 

Masih Lalu Usman, berdasarkan hasil observasinya secara internal bersama civitas akademika, beberapa kali melaksanakan webinar dengan peserta guru, ortu, praktisi, mahasiswa ternyata belajar online belum efektif dan makin membodohi publik.


Pengurus FGII NTB ini melihatnya dari kondisi dan situsional yang nyata yang dialami langsung oleh para peserta didik katakanlah seperti di wilayah NTB belajar online perlu dikaji kembali mengingat geografis daerah Bumi Gora yang karakteristiknya sangat berbeda antara pulau lombok dan sumbawa masih ada kesenjangan wilayah dalam hal perluasan akses konektif yang mendukung kearah sistem webinar.

Terkait dengan kebijakan Gubernur NTB yang akan menerapkan New Normal, dirinya tak mempersoalkannya bahkan mengaku sangat gembira dengan hal tersebut.


" Saya sangat sepakat dengan rencana pak gubernur untuk membuka kembali sekolah dan menerapkan situasi new normal mengingat faktor kejenuhan publik sudah sangat terasa saat ini., ungkap Lalu Usman Ali.

Lalu Usman Ali membeberkan data terkini terkait Corona Virus Disease yang berhasil di update nya melalui sumber 
Global
Negara
216
Terkonfirmasi
6.750.521
Meninggal
395.779

Indonesia
Positif
31.186
Sembuh
10.498
Meninggal
1.851

(Data covid19.go.id tgl 7-6-2020).


Usman menilai kebijakan pendidikan pemerintah untuk mengurangi kegiatan termasuk belajar, bekerja dari rumah masih menimbulkan gejolak dalam pelaksanannya. Masih sangat kontras. Salah satunya dalam proses pemberian tugas. Banyak tugas siswa yang dibebankan ke siswa yang memberatkan dan membahayakan kejiwaan dan mental disebabkan guru tidak kreatif dan sangat menjenuhkan.
Selain tugas menumpuk ketiadaan dialektika kegiatan belajar mengajar sesuai normalnya.


Namun, saat ini sudah dipastikan bahwa tahun pelajaran akan dilaksanakan bulan juli dengan melanjutkan teknis Belajar dari rumah.
Seharusnya dari pengalaman   di semester genap ketika pandemi yang membuat belajar dari rumah yang tidak berjalan efektif, harusnya kita bisa mencari solusi format baru. Salah satunya adalah sistem SKS yang bisa diterapkan oleh sekolah - sekolah sehingga belajar bisa tatap muka dan tentunya protokol kesehatan diperhatikan, bebernya.

                Sumber : Dikpora NTB
Dosen muda ini menambahkan adapun kelebihan dari solusi dari sistem sks yang diterapkan antara lain: kbm bisa dijamin lebih maksimal, efektifitas, efesiensi, evaluasi bisa dilaksanakan secara maksimal kepada siswa yang dimana dalam sistem daring ini agak kualahan guru melksanakan penilaian dan evaluasi (kognitif, afektif, psikomotor). Namun ada juga yang menjadi perhatian ketika sistem Satuan kredit semester(SKS) dilaksanakan antara lain yaitu: jumlah siswa disesuaikan dgn aturan protokol kesehatan, kebutuhan sarpras, bertambah waktu jam plajaran di sekolah, menambah jumlah guru2, dll., ungkap Lalu sapaan akrabnya.


Dirinya menambahkan terkait merdeka belajar yang tengah keren dan trend saat ini yang digagas Nadiem
Merdeka belajar bukan berarti kita hilangkan 3 aspek penilaian yaitu kognitif, afektid dan psikomotor.
Namun prosesnya dalam merdeka belajar itu, harus memperhatikan 3 aspek tersebut yang menjadi instrumen penilaian dlm kbm. Itulah sebabnya, teknis praktis dari konsep merdeka belajar ini perlu diterjemahkan secara jelas sehingga pendidikan kita tidak tersesat dalam kerangka utopis, pungkasnya.

(SC.001)

Sabtu, 06 Juni 2020

Determinasi Diri Saat Pandemi

Opini

                 



Penulis

Oleh: Nukman Mukhtar*

“Ketika berharap sesuatu yang besar, kita memperoleh semangat dari sebuah tujuan, yaitu keberanian untuk menghadapi semua rintangan” Jean Marie Guyau (Filsuf Prancis).

Mari kita akui. Di rumah saja, memang menjenuhkan. Ruang gerak sosial yang dibatasi, pasti nggak mengenakan. Interaksi yang serba diatur, tentu nggak nyaman. Tatap muka via online, sungguh nggak mengasyikan. Selalu dibayangi ancaman covid, meresahkan. Memakai masker setiap hari, rutinitas yang membosankan. Dan masih banyak lagi deretan aktivitas sehari-hari yang kita jalani di luar kebiasaan selama ini, terasa berat dan membosankan untuk dilakukan. Terlebih jika hal itu berkaitan dengan terbatasnya menjalani aktivitas mata pencaharian dan keagamaan.

Tapi, sejak covid dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO sekitar awal Maret 2020, rutinitas aktivitas (sosial ekonomi), interaksi (silaturahmi), dan spiritualitas (keagamaan), dengan pola baru itu harus dijalani demi keselamatan semua kita, manusia. Memang, sangat kontras jika dibandingkan dengan hari-hari yang kita jalani sebelumnya. Keadaan inilah yang oleh sebagian orang diantara kita menyebutnya sebagai abnormal. Ada pula yang menamakannya new normal atau normal baru.

Dua istilah, yang hampir dipastikan telah mengundang perbincangan di publik. Tulisan ini tak hendak masuk ke dalam perdebatan dua hal itu, apalagi hanya berkutat pada soal semantiknya. Sebab penulis beranggapan, apapun sebutannya, satu hal yang pasti, tugas kita saat ini selain menghindar dari penyebaran Covid-19, juga bagaimana menjaga optimisme dan merawat harapan. Baik saat menjalani masa pandemi (yang entah kapan berakhirnya) ini maupun dalam konteks memproyeksikan masa depan di kemudian hari.

Karena itu, di tengah keprihatinan yang mendalam atas terus bertambahnya warga yang terpapar covid, bahkan menyasar hingga ke anak-anak, bagi “kaum abnormal” maupun “kaum new normal” tidak cukup hanya berdiam diri sambil menunggu pandemi Covid-19 ini berakhir.

Kita semua harus senantiasa mensiasati keadaan dengan perilaku adaptif atau bersikap damai dengan covid. Kalimat sekaligus anjuran yang belakangan ini juga menuai banyak perbincangan. “Berdamai dengan covid?” Emang bisa? “Kalau virusnya nggak mau damai gimana,” kata mantan Wapres Jusuf Kalla beberapa waktu lalu.

Tak mudah memang. Sampai-sampai Wakil Presiden RI, K.H. Ma’ruf Amin, mengungkapkan permohonan maafnya atas nama pemerintah karena pandemi Covid-19 belum bisa berakhir di Indonesia. Kata Pak Wapres, ini semua karena belum ditemukannya vaksin atau obat Covid-19. Selain itu, karena faktor jumlah penduduk dan aspek geografis Indonesia.

Berkaitan dengan itu, saya sependapat dengan pernyataan yang mengatakan, tidak ada yang lebih baik untuk mengobati, serta menjadi sahabat dan saudara, dalam situasi saat ini, kecuali kita mampu menghidupkan harapan.

Ya, harapan. Itulah yang harus kita hidupkan saat ini. Saya menduga, untuk kepentingan menghidupkan harapan inilah pemerintah menyiapkan protokol masyarakat produktif dan aman covid-19, sebagai langkah menghadapi pandemi Covid-19 yang belum bisa dipastikan kapan berakhirnya.

Determinasi diri dan kebijakan pemerintah yang mengintervensi keadaan ini, menjadi instrumen penting bagi kita untuk mensiasati pengaruh pandemi. Hal ini agar produktivitas keseharian yang kita jalani dapat terjaga dan terus menghasilkan sesuatu yang bermanfaat -sekecil apapun itu- untuk sesama.

Karena produktivitas adalah tentang membuat pilihan yang cerdas (secara terus menerus) dengan energi, fokus, dan waktu untuk memaksimalkan potensi serta meraih hasil yang bermanfaat. (Mohammed Faris : 2019)

Harapan adalah pintu pembuka dari karakter. Menghadirkan karakter hanya bisa dilakukan jika sesuatu itu dilakukan secara berulang-ulang. Di sinilah pentingnya kedisiplinan. Jika energi, fokus, dan waktu, yang kita miliki secara kontinu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, di situlah lahir produktivitas. Pilihan pada abnornal atau new normal, masing-masing memiliki konsekuensi bagi hidup kita. Wallahu’alambishawab.



*Penulis adalah Ketua DPD
   FGII – NTB

Mengenai Konsep Merdeka Belajar, Ini Curhat dan isi hati "Mutiara dari Tanimbar"

Berita by admint


SC.Education,-Konsep Merdeka Belajar yang lagi trend dibahas akhir ini mendapat tanggapan pro dan kontra dari berbagai pihak dan kalangan, gagasan mas mentri muda tersebut sebenarnya sangat ideal dan positif namun wacana itu cukup menghadapi banyak kendala yang begitu berarti terutama dalam hal pemenuhan akses digitalisasi seperti saluran jaringan internet yang memadai dan mumpuni yang belum mampu dihadirkan oleh negara secara merata di seluruh pelosok nusantara menjadi kendala berat bagi implementasi kebijakan belajar merdeka sebagaimana yang diharapkan bersama.

Salah seorang tenaga pendidik asal Maluku, Dien Atien Boritnaban misalnya sangat tidak sepakat dengan konsep dan gagasan merdeka belajar, tendik yang juga calon mahasiswa program doktor ini melalui SC, sabtu(6/6) secara vulgar menanggapinya.

" di KKT, untuk sekedar makan makanan dari ladang masih bias, tetapi untuk masalah Pendidikan, sangat memprihatikan, butuh dukungan dari pemerintah pusat dalam memenuhi fasilitas belajar mengajar di sana, ujar Dien Atien Boritnaban.

Secara pribadi, saya berpendapat bahwa KKT merupakan sebuah kabupaten perbatasan Indonesia Australia, yang terletak di propinsi Maluku. Daerah kami secara pendidikan masih sangat terkebelakang dibandingkan dengan daerah lain, sangat membutuhkan perhatian khusus dri pemerintah pusat kepada daerah kami. Dari sisi fasilitas, masih sangat jauh dari kata "memadai" untuk mendukung kemajuan pendidikan di wialaya saya, ditambah lagi kondisi kovid-19, membuat segala sesuatu semakin sulit bagi kabupaten kami. 

Melalui forum ini,  mewakili guru-guru di kabupaten kepulauan Tanimbar (KKT), daerah perbatasan, memohon kepada pemangku kebijakan pendidikan di Kantor Kementrian, kiranya Nasib pendidikan di Kabupaten kami diperhatikan betul mengingat ketertinggalan kami sangat jauh dan berbeda sekali dengan wilayah wilayah yang ada di Indonesia timur lainnya apalagi Jawa sungguh sangat jauh bumi dengan langit, tambahnya.

Masih Dien Atien, Sistem pembelajaran online di tengah pandemik ini sangat membebani belajar siswa bahkan lebih berat dari pada cara tatap muka langsung atau kunjungan rumah. Siswa SD sampai ke tingkatan atas sangat dituntut untuk memiliki kemampuan komputerisasi 
dalam waktu yang singkat dan instant adanya. Hemat kami cara ini sangat terkendala sekali untuk wilayah dan zona SM3T seperti KKT dll, selain factor jaringan internet yang tidak merata di seluruh Nusantara, masalah kemampuan mengaplikasikan dan menggunakan media online yang masih sangat terbatas masih sangat limited yang dimiliki oleh berbagai peserta didik yang ada dan juga orang tua muridnya, juga masih ada persoalan kompleks lain. Hal ini memicu keterbatasan terkait kondisi Covid-19. diprediksi, bukan angka kemiskinan yang akan bertambah, akan tetapi angka kebodohan yang semakin meninggi akibat kendala akses dan koneksi antar server dan provider yang mensupport komunikasi online, dengan kondisi riil adanya sangat diharapkan negara untuk hadir.
Negara harus bisa memperhatikan factor keadilan di bidang Pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia agar tidak terjadi kesenjangan dan disparitas sosial.

"tidak ada proses belajar mengajar setiap hari seperti daerah lain, penugasan hanya diberikan satu dua kali, selain itu siswa sangat sulit dihubungi oleh pihak sekolah untuk proses belajar by during karena keterbatasan sarana internet maupun seluler yang dimiliki dan karena pada  kondisi corona virus, Siswa di KKT tidak belajar di rumah, melainkan liburan di luar sekolah", pungkasnya.

Dien Atien Boritnaban mengaku sangat prihatin ada sekolah yang bahkan tidak melakukan ujian kenaikan kelas kepada siswanya, namun langsung dinaikan pada kelas berikut, tanpa ada penilaian terhadap siswa.
ada juga guru yang mencari siswanya ke rumah, mengantarkan bahan ulangan, siswanya suda terlanjur mengikuti ortu ke ladang, dan nginap selama berminggu-minggu, sehingga tidak dapat ditemui.

Kebanyakan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan, merupakan Kabupaten termiskin nomor 2 di Maluku, tidak mapu membeli pulsa data yang sangat mahal, dibandingkan daerah jawa. 
Banyak siswa dan ortu yang masih gaptek dalam menggunkan sarana belajar online

Belajar Mandiri atau meredka belajar, membutuhkan buku pegangan siswa dan guru, sementara siswa di kabupaten kami sangat terbatas dalam memiliki buku pegangan siswa, karena keterbelakngan ekonomi.

Kelebihan:
Kreatifitas siswa semakin bertambah dalam mengakses ilmu pengetahuan
Siswa bebas belajar di mana saja tanpa dibatasi oleh waktu
Siswa memiliki kemampuan komputasi yang baik
Melihat perkembangan zaman dapat dilihat bahwa kegemaran siswa saat ini adalah menjelaja dunia internet, sehingga belajar bye during dapat menjadi kegemaran siswa.
Adanya efisiensi penggunaan kertas yang dapat memberikan sumbangsi bagi keramahan lingkungan

Kelemahan :
Bagi daerah yang memiliki fasilitas jaringan yang sangat terbatas, akan mengalami ketertinggalan yang amat sangat di bidang Pendidikan. Dalam hal ini Negara tidak adil dalam memberikan Pendidikan kepada masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Jiwa sosialisasi siswa akan semakin tereduksi
Adanya kesenjanganmutu pendidkan yang sangat tinggi antara daerah yang memiliki akses internet yang memadai dengan daerah yang memiliki akses internet tidak memadai.

 Kami guru dan siswa di Kab. Terluar dan Tertinggal dan Terpencil, diberikan Kesempatan untuk merdeka belajar menurut Kearifan  atau Kondisi local Wilaya kami, tanpa Harus menunda Kursus Baru Hingga awal Tahun 2021. Sampai saat ini Kami masih tetap berjuang di Daerah 3T untuk mencerdaskan anak bangsa, melalui berbagai cara dalam segala keterbatasan yang dimiliki.” 
“Jika disamakan system merdeka belajar dengan sarana yang digunakan adalah media internet, mohon kebijaksanaan dan keadilan pemerintah pusat untuk memperhatikan sarana Pendidikan terutama sarana internet di KKT maupun kabupaten lain di Maluku yang Sebagian besar masih sama.”
“sekiranya kabuten KKT, dilirik dan diperhatikan sebagai Kabupaten yang kaya akan potensi alam namun terkebelakang dalam segi Fasilitas pendukung, serta miskin dari segi pendapatan.”
itu adalah harapan dari para guru sekaligus masyarakat yang memiliki masalah yang sama seperti KKT.
 daerah saya mungkin hanya sebagai sampel bagi daerah lain, yang saat ini belum dilirik sama sekali oleh pemerintah pusat., tutupnya dengan sempurna.

(SC.001)

Jumat, 05 Juni 2020

SUARA HATI DARI TANIMBAR UNTUK MENDIKBUD RI

*Dien Atin Boritnaban

Konferensi virtual  nasional yang telah dilaksanakan oleh Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) dalam pimpinan ibu Tety Sulastri Lokolo (Ketua Umum FGII), menghadirkan Direktur Jenderal GTK Dr. Iwan Syahril, MA.Ed, M.PhD, 
disampaikan usulan dan suara hati yang mewakili kondisi pendidikan di beberapa wilayah Indonesia pada saat Kondisi corona virus (Covid-19). 

Dalam forum silaturahmi tersebut, oleh pak Dirjen GTK menyampaikan program Pendidikan merdeka belajar yang dicanangkan oleh Pemerintah, menyikapi kondisi New Normal. 
Menurutnya sistem Merdeka Belajar berarti system belajar yang dikembalikan kepada Kreatifitas Guru dalam Mengelolah pembelajaran di kelas. Ditekankan olehnya bahwa Sistem Merdeka belajar merupakan system belajar yang berpusat pada siswa, di mana guru dalam memperoleh metode belajar yang tepat, maka Langkah awal yang harus dilakukan oleh guru adalah melakukan pendekatan untuk mengetahui kondisi siswa yang sebenarnya, selanjutnya dilakukan diskusi Bersama dewan guru setelah itu dibuat pelatihan terkait metode belajar yang tepat bagi siswa. 

“saya tekankan lagi bahwa Sistem Merdeka belajar menganut system belajar yang berpusat pada siswa, guru dituntut untuk mengetahui kondisi reel siswa sebelum mengambil Langkah konkrit terkait metode belajar yang dibuat” disampaikan oleh Dr. Iwan Syahril, MA.Ed, M.PhD.

Pada Forum tersebut diberikan kesempatan pertama kepada Pembicara asal Maluku, 
yang secara langsung menyampaikan usulan terkait kondisi local wilaya 3T dan wilaya bagian Timur Indonesia, diwakili oleh Kabupaten Kepulauan Tanimbar(KKT), yang disampaikan oleh  Dien Atin Boritnaban. Dalam usulannya Dien Boritnaban menggambarkan kondisi jaringan internet maupun jaringan telpon di KKT yang sangat jauh dari kata memadai dalam menunjang system belajar mengajar di KKT, dalam hubungannya dengan pencananagan system merdeka belajar, yang nota bebenennya sangat membutuhkan fasilitas Media Komunikasi seperti telpon dan lebih penting lagi adalah Internet. 
“Jaringan internet di KKT menggunakan jaringan telkomsel 4G dengan kapasitas rendah, yang sangat tidak memadai untuk kebutuhan internet seluruh masyarakat KKT, hanya ada satu tower internet di pusat kota kabupaten. 

kondisi warga disana saat ini, sangat memprihatinkan dimana warga harus
“memanjat rumah atau gunung dan dataran tinggi lain, untuk mencari jaringan telepon suda menjadi fenomena lazim di tempatnya”.

Ada beberapa point yang Disampaikan pulah, oleh Dien Boritnaban, terkait bagaimana kondisi belajar siswa di KKT pada saat corona virus berlangsung, kondisi belajar yang jauh dari standar belajar Nasional yakni :
“Kebanyakan Siswa pulang kampung, sekolah tidak memiliki nomor telpon yang bisa dihubungi, dan tidak ada jaringan telpon di kampung.
Jaringan internet dan telpon sangat tidak memadai di KKT selain itu Banyak siswa maupun orang tua yang tidak memliki hp dan android 
Kebanyakan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan, merupakan Kabupaten termiskin nomor 2 di Maluku, tidak mampu membeli pulsa data yang sangat mahal, dibandingkan daerah jawab dan lainnya .

Banyak siswa dan ortu yang masih gaptek dalam menggunkan sarana belajar online
Belajar Mandiri atau merdeka belajar, membutuhkan buku pegangan siswa dan guru, sementara siswa di kabupaten kami sangat terbatas dalam memiliki buku pegangan siswa, karena keterbelakngan ekonomi.

Siswa di KKT tidak belajar di rumah, melainkan liburan di luar sekolah.”
(penjelasan Dein Boritnaban)
Dalam Forum tersebut pulah disampaikan  usulan yang belaum selesai dibahas. Usulan kepada pemerintah pusat dalam hal ini kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.


“Kami guru dan siswa di Kab. Terluar dan Tertinggal dan Terpencil, diberikan Kesempatan untuk merdeka belajar menurut Kearifan  atau Kondisi local wilayah kami, tanpa Harus menunda Kursus Baru Hingga awal Tahun 2021. Sampai saat ini Kami masih tetap berjuang di Daerah 3T untuk mencerdaskan anak bangsa, melalui berbagai cara dalam segala keterbatasan yang dimiliki.” 
“Jika disamakan sistem merdeka belajar dengan sarana yang digunakan adalah media internet, mohon kebijaksanaan dan keadilan pemerintah pusat untuk memperhatikan sarana Pendidikan terutama sarana internet di KKT maupun kabupaten lain di Maluku yang Sebagian besar masih sama.”
“Pada kesempatan ini, saya menggugah hati para pemimpin bangsa Indonesia, melalui pa Mentri Pendidikan yang diwakili oleh pak Dirjen GTK, sekiranya kabuten KKT, dilirik dan diperhatikan sebagai Kabupaten yang kaya akan potensi alam namun terkebelakang dalam segi Fasilitas pendukung, serta miskin dari segi pendapatan.” 

Usulan tersebut dijawab oleh pak Dirjen GTK bahwa pemerintah akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan internet di daerah-daerah yang masih tertinggal seperti daerah 3T, yang salah satunya adalah Kabupaten Kepulauan Tanimbar, tetapi disamping itu guru tetap dituntut kreatifitas dan inovasinya dalam memberikan pembelajaran kepada siswa disesuaikan dengan kondisi local.
“Demi kelancaran dan pemerataan Pendidikan di seluruh wilaya Kepulauan Indonesia, pemerintah akan mengusahakan pemenuhan kebutuhan internet di daerah-daerah seperti daerah 3T yang masih sangat belum memadai ketersediaan jaringan internetnya.   

Hemat saya, beban belajar untuk siswa secara daring lebih berat dari pada cara tatap muka langsung. Siswa SD sampai ke tingkatan atas sangat dituntut untuk memiliki kemampuan komputasi dalam waktu yang singkat. cara ini terkendala banyak factor, selain factor jaringan internet yang tidak merata di seluruh Nusantara, masalah kemampuan menggunakan media komunikasi online yang masih sangat terbatas dimiliki oleh siswa dan juga orang tua siswa, juga masih ada persoalan kompleks lain. hal ini akan dipaparkan pada saat meeting tanggal 4 nanti pada saat kami diberikan kesempatan untuk membahas persoalan Pendidikan di daerah kami sehubungan dengan kondisi kovid-19. diprediksi, bukan angka kemiskinan yang akan bertambah, tetapi angka kebodohan juga meningkat, dengan adanya kondisi ini. Negara harus bisa memperhatikan factor keadilan di bidang Pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ada harapan yang sangat besar, demi terwujudnya Sila Kedua Pancasila yakni “Keadilan Social Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” benar-banar dirasakan oleh masayarakat KKT dan juga wilaya lain di bagian timur Indonesia, melalui suatu Langkah nyata oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan Internet masyarakat di wilaya Timur Indonesia secara memadai, sesui kebutuhan masyarakat. Salah satu factor penunjang utama Pendidikan adalah pemerataan layanan jaringan internet di seluruh wilaya Indonesia, yang memudahkan siswa dalam mengakses pengetahuan, sehingga sangat dibutuhkan bantuan dan kerja sama pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan internet masyarakat secara merata.

Dan harapan saya sebaiknya tahun ajaran baru 2020/2021 segera dimulai bulan juli ini mengingat kondisi kami yang sangat memprihatinkan dari hari ke hari.

Penulis Calon Mahasiswa S3

SUARA HATI DARI DAERAH 3T(KABUPATEN KEPULAUAN TANIMBAR )KEPADA PAK MENTRI DALAM KONFERENSI VIRTUAL NASIONAL FGII


Konferensi virtual  nasional yang dilaksanakan oleh FGII (Forum Guru Independen Indonesia) dalam pimpinan ibu Tety Sulastri Lokolo (Ketua Umum FGII), menghadirkan Direktur Jenderal GTK Dr. Iwan Syahril, MA.Ed, M.PhD, disa mpaikan usulan dan suara hati yang mewakili kondisi Pendidikan di beberapa Wilayah Indonesia pada saat Kondisi Corono Virus. 
Dalam forum silaturahmi tersebut, oleh pak Dirjen GTK menyampaikan program Pendidikan merdeka belajar yang dicanangkan oleh Pemerintah, menyikapi kondisi New Normal. Menurutnya system Merdeka Belajar berarti system belajar yang dikembalikan kepada Kreatifitas Guru dalam Mengelolah pembelajaran di kelas. Ditekankan olehnya bahwa Sistem Merdeka belajar merupakan system belajar yang berpusat pada siswa, di mana guru dalam memperoleh metode belajar yang tepat, maka Langkah awal yang harus dilakukan oleh guru adalah melakukan pendekatan untuk mengetahui kondisi siswa yang sebenarnya, selanjutnya dilakukan diskusi Bersama dewan guru setelah itu dibuat pelatihan terkait metode belajar yang tepat bagi siswa. 
“saya tekankan lagi bahwa Sistem Merdeka belajar menganut system belajar yang berpusat pada siswa, guru dituntut untuk mengetahui kondisi reel siswa sebelum mengambil Langkah kongkrit terkait metode belajar yang dibuat” disampaikan oleh Dr. Iwan Syahril, MA.Ed, M.PhD
Pada Forum tersebut diberikan kesempatan pertama kepada Pembicara asal Maluku, yang secara langsung menyampaikan usulan terkait kondisi local wilaya 3T dan wilaya bagian Timur Indonesia, diwakili oleh Kabupaten Kepulauan Tanimbar(KKT), yang disampaikan oleh oleh Dien Atin Boritnaban. Dalam usulannya Dien Boritnaban menggambarkan kondisi jaringan internet maupun jaringan telpon di KKT yang sangat jauh dari kata memadai dalam menunjang system belajar mengajar di KKT, dalam hubungannya dengan pencananagan system merdeka belajar, yang nota bebenennya sangat membutuhkan fasilitas Media Komunikasi seperti telpon dan lebih penting lagi adalah Internet. 
“Jaringan internet di KKT menggunakan jaringan telkomsel 4G dengan kapasitas rendah, yang sangat tidak memadai untuk kebutuhan internet seluruh masyarakat KKT, hanya ada satu tower internet di pusat kota kabupaten. ” Menurut Dien Boritnaban.
“memanjat rumah atau gunung dan dataran tinggi lain, untuk mencari jaringan telepon suda menjadi venomena lazim di temnpat saya”. Tandas Dien Boritnaban.
Ada beberapa point yang Disampaikan pulah, oleh Dien Boritnaban, terkait bagaimana kondisi belajar siswa di KKT pada saat corona virus berlangsung, kondisi belajar yang jauh dari standar belajar Nasional yakni :
“Kebanyakan Siswa pulang kampung, sekolah tidak memiliki nomor telpon yang bisa dihubungi, dan tidak ada jaringan telpon di kampung.
Jaringan internet dan telpon sangat tidak memadai di KKT selain itu Banyak siswa maupun orang tua yang tidak memliki hp dan android 
Kebanyakan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan, merupakan Kabupaten termiskin nomor 2 di Maluku, tidak mapu membeli pulsa data yang sangat mahal, dibandingkan daerah jawa. 
Banyak siswa dan ortu yang masih gaptek dalam menggunkan sarana belajar online
Belajar Mandiri atau merdeka belajar, membutuhkan buku pegangan siswa dan guru, sementara siswa di kabupaten kami sangat terbatas dalam memiliki buku pegangan siswa, karena keterbelakngan ekonomi.
Siswa di KKT tidak belajar di rumah, melainkan liburan di luar sekolah.”
(penjelasan Dein Boritnaban)
Dalam Forum tersebut pulah disampaikan  usulan yang belaum selesai dibahas. Usulan kepada pemerintah pusat dalam hal ini kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Dien Boritnaban,
“Kami guru dan siswa di Kab. Terluar dan Tertinggal dan Terpencil, diberikan Kesempatan untuk merdeka belajar menurut Kearifan  atau Kondisi local Wilaya kami, tanpa Harus menunda Kursus Baru Hingga awal Tahun 2021. Sampai saat ini Kami masih tetap berjuang di Daerah 3T untuk mencerdaskan anak bangsa, melalui berbagai cara dalam segala keterbatasan yang dimiliki.” 
“Jika disamakan system merdeka belajar dengan sarana yang digunakan adalah media internet, mohon kebijaksanaan dan keadilan pemerintah pusat untuk memperhatikan sarana Pendidikan terutama sarana internet di KKT maupun kabupaten lain di Maluku yang Sebagian besar masih sama.”
“Pada kesempatan ini, saya menggugah hati para pemimpin bangsa Indonesia, melalui pa Mentri Pendidikan yang diwakili oleh pak Dirjen GTK, sekiranya kabuten KKT, dilirik dan diperhatikan sebagai Kabupaten yang kaya akan potensi alam namun terkebelakang dalam segi Fasilitas pendukung, serta miskin dari segi pendapatan.” 
Usulan tersebut dijawab oleh pak Dirjen GTK bahwa pemerintah akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan internet di daerah-daerah yang masih tertinggal seperti daerah 3T, yang salah satunya adalah Kabupaten Kepulauan Tanimbar, tetapi disamping itu guru tetap dituntut kreatifitas dan inovasinya dalam memberikan pembelajaran kepada siswa disesuaikan dengan kondisi local.
“Demi kelancaran dan pemerataan Pendidikan di seluruh wilaya Kepulauan Indonesia, pemerintah akan mengusahakan pemenuhan kebutuhan internet di daerah-daerah seperti daerah 3T yang masih sangat belum memadai ketersediaan jaringan internetnya.   
Ada harapan yang sangat besar, demi terwujudnya Sila Kedua Pancasila yakni “Keadilan Social Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” benar-banar dirasakan oleh masayarakat KKT dan juga wilaya lain di bagian timur Indonesia, melalui suatu Langkah nyata oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan Internet masyarakat di wilaya Timur Indonesia secara memadai, sesui kebutuhan masyarakat. Salah satu factor penunjang utama Pendidikan adalah pemerataan layanan jaringan internet di seluruh wilaya Indonesia, yang memudahkan siswa dalam mengakses pengetahuan, sehingga sangat dibutuhkan bantuan dan kerja sama pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan internet masyarakat secara merata.   
*RVS*